Kamis, 28 Juni 2012

POSISI atau PORSI

Saat masuk restoran atau pusat jajanan makanan-minuman, apa yang nomor 1 anda pertimbangkan, posisi tempat duduk atau menu makanannya? Saya berkeyakinan, meski lebih banyak orang yang menomor satukan menu makanannya, tidak sedikit pula orang yang mempertimbangkan posisi duduknya. Terkadang posisi duduk saat makan mempengaruhi kenyamanan untuk bisa menikmati makanan-minuman. Ada warung lesehan, prasmanan dan berbagai bentuk pilihan suasana yang disajikan oleh para pemilik rumah makan dan restoran. Memang kalo untuk urusan selera atau perut, prinsip dasarnya adalah kenyang dan melepas dahaga. Setelah itu baru bicara suasana yang nyaman.


Kalau pada urusan pekerjaan di organisasi, baik organisasi perusahaan, sosial ataupun politik, terdapat juga porsi kerja (Jobs Description) dan kursi/posisi (Jabatan).
Bagi anda yang sudah berpengalaman di dunia kerja nyata, tentunya antara porsi kerja dan kursi jabatan cenderung lebih terasa berimbang, karena mudah diukur dari kinerja (KPI) dan biaya-biaya (Expenses) yang dikeluarkan. Sehingga upah atas jerih payah bersifat linear dengan resiko kerja anda. Meski ada kejadian di beberapa perusahaan ketidakseimbangan antara posisi dan porsi. Sehingga ada istilah, "posisi officer tanggungjawabnya seperti manajer". Biasanya kasus ini terjadi pada perusahaan yang belum memiliki standar pembagian kerja dan kepangkatan.

Saya punya teman dekat sesama sales buku saat masih bekerja di Jakarta, dia bekerja di penerbitan yang tidak terlalu besar, sehingga proses penjualan mulai dari pengurusan PO (Purchasing Order) dari klien, DO (Delivery Order) antar gudang, Fakturisasi dan Kwitansi hingga penagihan & returnable order (RO), semua dia yang tangani. Agak berbeda dengan cara kerja di penerbitan tempat saya bekerja. Suatu waktu, saat kami makan siang bersama di salah satu kantin toko buku terbesar di Asia Tenggara yang terletak di Matraman Jakarta. Dia terlihat murung, saat ditanya, dia menceritakan kalau bosnya ingin merekrut orang baru menggantikan posisinya dan dia akan diangkat menjadi manajer di perusahaan itu. Sedangkan dia tidak ingin menjadi manajer, cukup sales seperti saat ini saja. Saya aneh dengan sikapnya, kenapa dia harus murung!?, bukankah itu tawaran bagus untuk sebuah karir!?

Kemudian dia menjelaskan alasan kenapa dia lebih memilih menjadi sales di lapangan dibandingkan menjadi manajer. Baginya, menjadi sales lebih banyak porsi yang membuat dia nyaman, dia bisa bepergian ke sana - ke mari tiap hari, dia bisa mencari side jobs ataupun side order untuk menambah penghasilan, dan yang paling penting baginya dia tidak perlu pusing-pusing urusan managerial di kantor, "ribet kalo harus banyak mikir saat rapat-rapat sama si Bos" tambahnya.

Kalau saya pikir-pikir ada benarnya alasan tersebut, terutama alasan terakhir. Posisi/jabatan di sebuah struktur ibarat pohon, semakin tinggi pohon tersebut, semakin kencang pula tiupan angin mengguncang. Semakin tinggi jabatan kita, semakin banyak masalah yang mendera. Resiko sebagai atasan atau pimpinan memang tidak terletak pada kelelahan fisik, tapi kelelahan berpikir mencari solusi dan kreasi. Dan tak banyak orang yang mau dan siap dengan posisi dan porsi kerja seperti itu.

Bagi kita yang hobi kegiatan organisasi sosial kemasyarakatan, terkadang atau bahkan sering terjadi keunikan-keunikan kasus/masalah saat menyikapi posisi dan porsi. Ada saatnya posisi kita bukan sebagai pimpinan di organisasi tersebut, tapi kita harus bekerja dengan porsi seolah-olah kita adalah pimpinannya; merancang kegiatan-mengambil keputusan-sekaligus menanggung resikonya. Ataupun sebaliknya, saat kita sudah di posisi sebagai ketua yang seharusnya lebih banyak memikirkan urusan manajerial dan pengembangan organisasi, kerap kali terjadi kita harus mengerjakan porsi kerja teknis.

Saya menganggap kasus yang terjadi di organisasi sosial tersebut sebagai sebuah keunikan, karena di saat kasus-kasus itu terjadi kita dilatih menyiapkan mental, pikiran, dan fisik untuk menyikapinya. Merasa tertekan (stress), atau bahkan frustasi akan menghasilkan dampak positif dan negatif sekaligus terhadap diri kita, berdampak positif terhadap kesiapan mental karena dengan kasus atau masalah tersebut kematangan emosi kita makin terasah, berdampak negatif bila kita tidak siap menghadapinya dan menyebabkan trauma atau kapok.

Pilihan ada pada diri kita, lebih memilih porsi atau posisi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar