Selasa, 24 Mei 2011

Dipijat VS Memijat (Puji VS Caci)

Rata-rata di antara kita pernah melakukan pemijatan atau merasakan pijatan, dalam bahasa sederhana memijat dan dipijat. Mari kita tanyakan kepada hati kita yang paling dalam, “mana yang lebih kita sukai, Dipijat atau Memijat?”.

Saya yakin, sebagian besar dari kita lebih suka Dipijat. Kembali kita tanyakan pada diri kita, “Lebih senang Menerima atau Memberi?”. Tentulah kita lebih senang menerima sebagaimana dipijat. Diumpamakan pijatan itu adalah hadiah, pasti kita senang menerimanya, apalagi jika yang memberikan hadiah adalah orang yang kita harapkan.
Namun kembali saya melemparkan sebuah pertanyaan, “jika kita lebih senang menerima, bagaimanakah kiranya jika yang kita terima adalah dalam bentuk musibah atau masalah?”. Pasti tak ada satu orang pun yang mau memilih musibah atau masalah.

Banyak di antara kita tidak siap ketika menerima sesuatu di luar keinginan atau harapan, dan celakanya kita sering tergiring dan larut dalam memikirkannya. Padahal, jika kita bisa memaknai arti pijatan seperti pembahasan tadi, maka yang perlu dan harus kita pikirkan adalah bagaimana menyikapi pijatan tersebut, bukan memikirkan bentuk pijatannya yang terkadang terasa mengenakkan dan terkadang menyakitkan.
Bayangkan ketika dipijat, jika kita menerimanya dengan rileks dan tenang, pasti setelahnya terasa enak di badan, meski pada saat dipijat terkadang terasa agak sakit terutama ketika sang pemijat meng-urut otot-otot yang kaku atau keseleo. Begitu juga ketika kita menerima Cacian dalam bermacam bentuk berupa kritikan, gugatan, atau hinaan. Kita tidak usah memikirkan rasa sakit dan tersinggung pada saat cacian itu datang menimpa, tapi yang harus kita lakukan adalah cara bersikap disaat kita menerimanya.
Kenapa demikian?, karena ketika cacian datang menimpa pasti ada sebabnya, seperti sejarah sukses Tirto Utomo pendiri Aqua, orang mencemoohnya dan menganggapnya gila karena gagasannya menjual air putih yang pada waktu itu masih sangat asing di Negara kita.

Jika kita umpamakan tukang pijat adalah orang yang memuji dan mencaci, pijatannya adalah pujian dan caciannya, dan kita adalah yang merasakannya. Tukang pijat akan memijat dengan lembut pada titik tertentu memberikan efek nikmat bagi kita, seperti itulah pujian, namun ketika menemukan otot atau urat saraf yang tegang dan keseleo maka sang pemijat akan melakukan tekanan yang lebih keras dan kuat membuat kita meringis menahan rasa ngilu, inilah perumpamaan cacian.
Bayangkan ketika sedang merasa sedikit agak ngilu saat dipijat, kita langsung berontak dan menolak untuk meneruskan pijatan, tentunya kita tidak akan merasakan manfaat dari pijatan tersebut. Padahal tak selamanya pijatan itu menyakitkan bukan?

Tidaklah mudah menerima cacian, karena kita manusia biasa yang juga punya hati sebagai pusat rasa. Berbagai cara dilakukan orang agar bisa mendapatkan beragam bentuk pujian, tapi sebaliknya banyak orang yang melakukan tindakan merugikan ketika menerima cacian dan hujatan. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering melihat beragam sikap orang-orang menyikapi cacian, ada yang kembali membalas dengan cacian, ada yang pergi menjauh, bahkan ada yang bunuh diri karena tidak sanggup menanggung rasa malu dari cacian yang diterimanya. Lalu bagaimanakah sebaiknya kita bertindak?


Kita akan bahas pada sesi berikutnya...
Selamat Membaca

Tidak ada komentar:

Posting Komentar